REPLIKNEWS, MAKASSAR - Pejabat Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin (FT Unhas), Senin (29/04/2024) sore diperiksa majelis hakim Pengadilan Negeri (Maros) di depan sidang lanjutan kasus kematian Virendy Marjefy Wehantouw -- mahasiswa jurusan Arsitektur FT Unhas yang meninggal dunia secara tragis ketika mengikuti kegiatan Pendidikan Dasar dan Orientasi Medan (Diksar & Ormed) XXVII UKM Mapala FT Unhas pada awal Januari 2023.
Sedianya jaksa penuntut umum Sofianto Dhio M, SH dan Ade Hartanto, SH mengagendakan mendatangkan 3 (tiga) pejabat FT Unhas pada persidangan hari ini, namun hanya dua yang hadir, yakni Dr. Amil Ahmad Ilham, ST, M.IT (Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan) dan Hamzah, ST, MT (Manajer Kemahasiswaan). Sementara seorang lagi, Karim Sitepu, ST, MT (Pembina UKM Mapala) tidak muncul.
Di depan sidang yang mengadili 2 (dua) mahasiswa FT Unhas sebagai terdakwanya, Ibrahim Fauzi (Ketua UKM Mapala 09 FT Unhas) dan Farhan Tahir (Ketua Panitia Diksar & Ormed XXVII UKM Mapala 09 FT Unhas), majelis hakim yang dipimpin Khairul, SH, MH (Ketua PN Maros) mencecar sederet pertanyaan kepada kedua pejabat FT Unhas terkait pertanggung jawaban terhadap kegiatan yang telah menimbulkan korban jiwa ini.
Menjawab pertanyaan awal yang dilontarkan Ketua Majelis Hakim, saksi Amil Ahmad Ilham menerangkan, selaku Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan FT Unhas, dirinya menangani urusan kegiatan yang dilakukan organisasi Senat Mahasiswa dan UKM. Semua kegiatan lembaga kemahasiswaan ini harus ada izin dari pejabat FT Unhas yang prosedur pengajuannya melalui Manajer Kemahasiswaan.
"Kegiatan organisasi kemahasiswaan yang dilaksanakan tanpa ada izin pejabat fakultas maupun universitas, itu melanggar peraturan. Karena tak ada izin maka kegiatan ini dipandang ilegal dan nantinya akan menjadi dasar bagi Komisi Disiplin (Komdis) untuk menjatuhkan sanksi. Sebelum mengeluarkan izin, pejabat fakultas meneliti tujuan kegiatan dan memeriksa kelengkapan administrasinya," ungkapnya.
Menanggapi penjelasan itu, hakim Khairul, SH, MH langsung mengejar dengan mempertanyakan, jika sebuah kegiatan kemahasiswaan seperti halnya Diksar & Ormed XXVII UKM Mapala 09 FT Unhas yang telah mendapatkan rekomendasi dan pelaksanaannya berjalan sesuai ketentuan yang disetujui, nah ketika terjadi sesuatu yang tak dikehendaki, seberapa jauh tanggung jawab dari pihak fakultas atau universitas sebagai pemberi rekomendasi ?
Pertanyaan ini dijawab Amil Ahmad Ilham dengan menegaskan bahwa tanggung jawab pihak fakultas maupun universitas selaku pemberi rekomendasi hanya sebatas administrasinya saja, selebihnya menjadi tanggung jawab panitia atau pengurus organisasi kemahasiswaan yang melaksanakan kegiatan tersebut. "Syarat administrasi yang diajukan panitia kegiatan sudah lengkap, kami keluarkan rekomendasi. Sementara pelaksanaan kegiatan sepenuhnya menjadi urusan dan tanggung jawab panitia," tukasnya.
"Tanggung jawab panitia ? Lantas untuk apa dikeluarkan rekomendasi jika tidak ada tanggung jawab dari pemberi rekomendasi ? Saudara kan yang berikan izin dan bahkan pihak fakultas melepas secara resmi keberangkatan peserta kegiatan, kok setelah ada korban lalu saudara tidak ada langkah-langkah untuk bertanggung jawab ? Apakah ini memang sudah diatur dalam peraturan Rektor Unhas ?," cecar Ketua Majelis Hakim, Khairul, SH, MH.
Wakil Dekan FT Unhas ini kemudian mengakui jika hal itu bukan diatur dalam peraturan Rektor Unhas, tetapi merupakan pemahaman pribadinya. Meski demikian, saat mengetahui ada korban jiwa dalam kegiatan tersebut, pihak fakultas maupun universitas langsung menunjukkan tanggung jawabnya dengan mendatangi rumah sakit melihat kondisi korban, menemui orang tua almarhum, mengadakan konferensi pers, membekukan UKM Mapala 09 FT Unhas, dan membentuk tim investigasi.
Hakim Khairul, SH, MH selanjutnya berpindah arah melontarkan sederet pertanyaan kepada saksi Hamzah, ST, MT yang mengaku menjabat Manajer Kemahasiswaan FT Unhas. "Saudara saksi kan yang menerima berkas administrasi pelaksanaan kegiatan yang diajukan mahasiswa untuk mendapatkan rekomendasi dari pihak fakultas ? Apakah saudara ketahui dalam berkas itu tandatangan dosen pembina atas nama Karim Sitepu, ST, MT hanya discan ?," ungkapnya.
Hamzah pun menyatakan dirinya tidak mengetahui apakah tandatangan scan dalam berkas surat tersebut atas sepengetahuan dan persetujuan Karim Sitepu, ST, MT yang ketika itu sedang berada di luar negeri. "Saya tidak tahu soal tandatangan ini. Saya juga tidak kroscek langsung kepada pemilik tandatangan. Saya pun tidak ingat lagi siapa mahasiswa yang membawa berkas surat termaksud," bebernya.
Menurut Hamzah lagi, dirinya tidak perhatikan perihal tandatangan basah atau scan yang ada di berkas surat. Ia baru ketahui setelah kejadian. "Saya yang periksa kelengkapan berkas administrasi itu. Karena menilai sudah lengkap, ada surat permohonan izin kegiatan, proposal dan pernyataan kesediaan bertanggung jawab atas nama Karim Sitepu, ST, MT, saya lalu menyerahkan ke Wakil Dekan FT Unhas," imbuhnya.
Di akhir persidangan, salah seorang hakim anggota pada kesempatan itu menegaskan pula bahwa perlu adanya pendampingan dosen di setiap kegiatan kemahasiswaan. Sebab seperti terungkap dalam keterangan sejumlah saksi bahwa adanya senior-senior yang sudah berstatus alumni ikut hadir di kegiatan ini dan turut memberikan hukuman kepada peserta. Bahkan meski peserta sudah dalam kondisi tidak sehat, para senior masih saja menyuruh melakukan push-up, sit-up dan bentuk lainnya yang menguras tenaga.
Usai mendengarkan kesaksian kedua pejabat FT Unhas itu, majelis hakim bersama tim jaksa penuntut umum serta penasehat hukum Dr. Budiman Mubar, SH, MH dan Ilham Prawira sepakat melanjutkan sidang pada Kamis 2 Mei 2024 pukul 13.00 Wita untuk memeriksa sejumlah saksi lainnya. (*)
Penulis : Awal
Editor : Redaksi