REPLIKNEWS, MAKASSAR - Reklamasi pesisir Makassar dan pulau sekitarnya terus berlanjut, diketahui pada tahun 2014 yang lalu, reklamasi yang dipaksakan telah menyebabkan terjadinya pelanggaran hak asasi manusia berupa penggusuran terhadap 43 kepala keluarga nelayan dan perempuan atas pembangunan Center Point Of Indonesia (CPI) diwilayah tangkap nelayan dan perempuan serta berbagai peralatan melaut seperti jaring dan rumpon ikut tertimbun menjadi daratan baru.
Dikatakan Ady Anugrah Pratama selaku Pendamping hukum warga Lae Lae mengatakan bahwa rencana reklamasi kembali menarget Pulau Lae-Lae, pulau kecil yang dihuni sekitar 2000 ribu jiwa juga terancam dengan adanya rencana reklamasi yang dilakukan sebagai lahan pengganti kekurangan yang sebelumnya telah disepakati antara Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan dan Pengembang CPI.
"Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan sekali lagi berencana melakukan reklamasi yang berpotensi melanggar hak ruang penghidupan nelayan dan perempuan, Hal tersebut berdasarkan surat edaran Sekretariat Daerah (Sekda) Provinsi Sulawesi Selatan dengan Nomor. 180/1428/B.Hukum, perihal reklamasi di sekitar Pulau Lae-Lae dengan luas mencapai 12,11 ha. dengan mempercayakan perusahaan PT. Yasmin Bumi Asri untuk kembali menjadi kontraktor dalam perluasan daratan baru Pulau Lae-Lae dengan cara reklamasi laut", terang Ady Nugraha Pratama kepada REPLIKNEWS, Minggu (5/3/2023).
"Seharusnya, pembagian lahan diambil di areal reklamasi CPI, bukan dengan malah mereklamasi sebelah barat Pulau Lae Lae, yang sejak lama merupakan ruang penghidupan masyarakat", lanjutnya.
Masyarakat Lea-Lea menganggap Praktek reklamasi yang selama ini dilaksanakan pemerintah dan pihak swasta, menggunakan areal publik (common) demi kepentingan bisnis (privatisasi) yang mengorbankan kepentingan masyarakat serta menunjukkan Pemerintah seperti tunduk pada kuasa bisnis.
"Penolakan keras dari nelayan dan perempuan muncul, karena khawatir akan kehilangan ruang penghidupannya. Berkaca dari reklamasi sebelumnya, agenda pembangunan ini akan secara terang memperlihatkan pelanggaran hak asasi manusia dan pengrusakan lingkungan secara sistematis yang dilakukan oleh pemerintah dan perusahaan", terang Ady Nugraha.
Sebagai upaya mempertahankan ruang penghidupan nelayan dan perempuan Palau Lae-Lae, bersama dengan Koalisi Lawan Reklamasi (KAWAL) Pesisir akan melakukan aksi Parade Perahu Tolak Reklamasi.
"Kami menuntut Kepada Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan;
1. Membatalkan rencana reklamasi di Pulau Lae-Lae yang akan merugikan masyarakat
2. Melakukan pemulihan lingkungan, perlindungan hak lingkungan dan hak masyarakat dibandingkan kepentingan bisnis dan pengusaha serta melaksanakan partisipasi bermakna", tegas Pria asal Lea-Lea itu.
Menganggapi persoalan tersebut, Ketua Pusat Bantuan Hukum Perhimpunan Advokat Indonesia (PBH PERADI) Makassar Abdul Gaffur Idris, S.H. menyatakan siap ikut membantu masyarakat Pulau Lae-Lae, bahkan dengan tegas mengatakan bahwa pihaknya akan menggugat keputusan yang telah dikeluarkan oleh Pemprov Sulsel.
"Kami akan konsisten mengawal dan membantu masyarakat pesisir utamanya pulau lae Lae, kami menolak dan akan menggugat keputusan Pemprov Sulsel melalui surat edaran Sekretariat Daerah (Sekda) Provinsi Sulawesi Selatan dengan Nomor. 180/1428/B.Hukum, perihal reklamasi di sekitar Pulau Lae-Lae, dengan luas mencapai 12,11 ha dengan menunjuk PT.l Yasmin Bumi Asri, baik secara Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) maupun secara perdata", tutur Ketua PHB Peradi Makssar Abdul Gaffur Idris, S.H kepada REPLIKNEWS.
"Intinya demi kepentingan masyarakat Pulau Lae-Lae, PBH Peradi Makassar siap berjuang bersama masyarakat", tegas Abdul Gaffur Idris, S.H.
Penulis : Martinus Rettang
Editor : Iga