REPLIKNEWS, TORAJA UTARA - Kuasa hukum Norifa Sarah, Pither Ponda Barani menilai, gugatan yang dilayangkan kepada kliennya di Pengadilan Negeri (PN) Poso terkait perkara tanah di Desa Tete B, Kecamatan Ampana Tete, Kabupaten Tojo Una-Una, hanya akal-akalan.
Pither menyebut gugatan yang dilayangkan Thomas Despin warga negara asing (WNA) asal Prancis itu, sebenarnya sudah wanprestasi berdasarkan Akta Perikatan Jual Beli.
"Gugatan yang diajukan Thomas Despin sebagaimana perkara No.170/Pdt.G/2024/PN Pso sebagai sebuah upaya akal-akalan," kata Pither saat ditemui Wartawan di Rantepao, Toraja Utara, Selasa (23/07/2024).
"Memang dia sudah wanprestasi berdasarkan Akta Perikatan Jual Beli, seharusnya tanah itu dikembalikan secara utuh kepada klien kami. Mengenai perikatan jual beli itu sebenarnya sudah diakui sendiri Thomas dalam gugatannya sudah terlambat melakukan pembayaran sekitar 3 tahun lalu," jelas Pither.
Diketahui perkara ini mulai bergulir sejak Desember 2023, dimana Thomas Despin tidak melakukan pembayaran tahap 3 yang telah lewat masa tenggang waktunya kepada Norifa Sarah sesuai dengan akta notaris perikatan jual beli.
Kemudian Thomas Despin juga membawah perkara tersebut ke Pengadilan Negeri Poso dengan dahlil agar Norifa Sarah menerima pembayaran tahap ke 3, namun hal itu sudah tidak sesuai dengan Akta Perikatan Jual Beli yang diterbitkan oleh Notaris.
"Klien saya tergugat tidak mau menerima pelunasan. Karena sudah melewati batas perikatan perjanjian Jual Beli Akta Notaris dimana dia sendiri buat bersama pengacaranya, karena memang dia menyanggupi untuk pembayaran sesuai batas waktu yang tertuang di akta notaris," ungkap Pither pengacara asal Toraja itu.
Hanya saja kata Pither, penggugat hanya ingin berlindung di balik force mayor. Kata dia, kasus ini memang lucu, sebab, orang sudah jelas wanpresrasi lalu minta dinyatakan force mayor.
"Padahal dalil dia terbantahkan sendiri oleh saksinya yang menjelaskan sementara melakukan pembangunan diatas objek tanah perikatan. Dari instagram beliau terlihat kalau usaha ini maju pesat, jadi tidak ada alasan force mayor seperti didalilkan," ungkapnya.
"Hal ini tidak mendidik, selaku orang asing yang berusaha di Indonesia, seharusnya memperhatikan cultur bisnis yang dijalankan," beber Pither.
Hingga saat ini kasus tersebut masih menunggu putusan Pengadilan Negeri Poso.
"Kita tunggu saja keputusan majelis hakim, yang jelas kebenaran dan keadilan itu harus dijaga, dikontrol dan ditegakkan," tegas Pither Ponda Barani.
Penulis : Dirga Y. Tandi
Editor : Redaksi