Home Hukum dan Kriminal SHCW Laporkan Dugaan Korupsi Rp1,65 Miliar di BUMD Luwu Timur ke Kejati Sulsel

SHCW Laporkan Dugaan Korupsi Rp1,65 Miliar di BUMD Luwu Timur ke Kejati Sulsel

REPLIKNEWS, MAKASSAR - Aroma korupsi yang menyeruak dari tubuh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Luwu Timur disikapi serius oleh aktivis antikorupsi dari Sultan Hasanuddin Corruption Watc (SHCW).

Lembaga yang dikenal vokal terhadap praktik penyimpangan keuangan publik ini resmi melaporkan dugaan penyalahgunaan dana penyertaan modal senilai Rp1,65 miliar di tubuh Perseroda Luwu Timur Gemilang (PT LTG) ke Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel) di Makassar, Kamis (30/10/2025).

Dana penyertaan modal Perseroda Luwu Timur Gemilang diduga disalahgunakan dan beraroma politik Pilkada

Ketua Umum SHCW, Ewaldo Aziz, S.H., menyebut laporan tersebut merupakan bentuk komitmen pihaknya dalam mengawal akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah.

"Kami menemukan adanya indikasi penggunaan anggaran BUMD yang tidak sesuai peruntukannya serta penyalahgunaan kewenangan oleh pihak-pihak yang memiliki jabatan strategis," ujar Ewaldo.

Ia menegaskan, SHCW juga akan menggelar aksi unjuk rasa untuk mengawal proses pengusutan kasus tersebut hingga tuntas.

"Ini bukti konsistensi kami dalam pemberantasan tindak pidana korupsi di Luwu Raya, khususnya di Luwu Timur," tegasnya.

Dana Sisa yang Diduga Menguap ke Politik

Kasus dugaan penyimpangan ini bermula dari pengelolaan dana penyertaan modal PT LTG ke perusahaan patungan PT Pongkeru Mineral Utama (POMU). Untuk memenuhi kewajiban setoran modal senilai Rp8,35 miliar—yang mewakili 27 persen saham daerah—Perseroda LTG diketahui meminjam dana Rp10 miliar dari PT Aneka Mineral Nasional.

Namun setelah kewajiban modal disetor ke POMU, terdapat selisih Rp1,65 miliar yang tidak jelas penggunaannya.

"Uang sisa pinjaman itu kini jadi sorotan. Diduga kuat digunakan di luar kepentingan perusahaan," ungkap seorang pejabat Pemkab Luwu Timur yang mengetahui proses transaksi tersebut.

Sumber lain dari Inspektorat Daerah juga menyebut bahwa dana tersebut diduga mengalir ke kegiatan politik Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024. Temuan ini, menurutnya, merupakan hasil investigasi internal tim pengawasan pemerintah daerah.

Jejak Politik di Balik BUMD

Dugaan penyimpangan di tubuh Perseroda LTG semakin menarik ketika ditelusuri keterkaitannya dengan sejumlah figur politik lokal.
Pada masa pemerintahan Budiman Hakim Andi Baso (Bupati Luwu Timur periode 2021–2024), PT LTG terlibat aktif dalam proyek tambang nikel Blok Pongkeru di Desa Pongkeru, Kecamatan Malili, melalui perusahaan patungan PT Pongkeru Mineral Utama (POMU).

Komposisi kepemilikan saham POMU terdiri atas PT Aneka Tambang (Antam) sebesar 55 persen, Perseroda LTG sebesar 27 persen, dan PT Sulawesi Citra Indonesia (SCI) milik Pemprov Sulsel sebesar 18 persen. Namun proyek yang digadang-gadang menjadi sumber pendapatan baru daerah itu kini terhenti di tengah jalan.

Aktivis tambang Jois Andi Baso, yang dikenal dekat dengan Budiman, bahkan menyebut proyek tersebut "Berantakan dan Tak Berdaya".

Gejolak di tubuh Perseroda LTG semakin mencuat setelah pergantian jajaran direksi dan komisaris pada 14 Oktober 2025.
Saldy Mansur, Komisaris Utama yang dikenal sebagai orang dekat Budiman, digantikan oleh Akhsan Rahman, sementara Iwan Usman, Direktur SDM dan CSR, dicopot dan digantikan oleh Ittong Sulle.

Pasca pergantian tersebut, isu penyimpangan dana kembali menyeruak. Sejumlah aktivis mendesak agar dilakukan audit menyeluruh dan keterbukaan publik terhadap keuangan Perseroda LTG.

"Kalau benar uang itu digunakan untuk kepentingan politik, ini bukan lagi soal kesalahan administrasi, tapi sudah masuk ranah pidana korupsi," tegas Ewaldo.

Menanti Langkah Kejati

Hingga berita ini diterbitkan, Kejaksaan Tinggi Sulsel belum memberikan keterangan resmi atas laporan SHCW.
Sementara pihak Perseroda LTG maupun Pemerintah Kabupaten Luwu Timur juga belum memberikan klarifikasi terbuka.

SHCW menegaskan bahwa laporan ini bukan sekadar bentuk kritik, melainkan upaya moral untuk memastikan BUMD berfungsi sebagai pilar ekonomi daerah, bukan alat kepentingan politik.
Kasus ini pun menjadi ujian penting bagi aparat penegak hukum dalam membuktikan komitmen penegakan hukum yang bersih dan berkeadilan di Sulawesi Selatan.

Penulis        : Martinus Rettang
Editor          : Redaksi