Home Artikel Pilkada Sampah dan Tanggung Jawab Kampanye Terabaikan

Pilkada Sampah dan Tanggung Jawab Kampanye Terabaikan

Sumber foto Ilustrasi pohon bukan Reklame. (Liputan tanjab.com)

REPLIKNEWS, PANGKEP -Pemandangan menjelang dan selama masa kampanye politik selalu dihiasi oleh baliho, spanduk, dan berbagai alat peraga kampanye yang memenuhi jalan-jalan, bahkan menghiasi pepohonan di pinggir jalan. 

Meski ini bagian dari proses demokrasi, sayangnya ada satu hal yang sering dilupakan yaitu dampak lingkungan yang dihasilkan. Pohon, sebagai elemen penting ekosistem, kerap kali menjadi korban dari ambisi politik Para calon pemimpin, spanduk dipaku, diikat erat-erat di batang pohon tanpa memikirkan kesehatan dan kelestarian.

Padahal jika merujuk Pada Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang dapat merusak lingkungan, termasuk penggunaan pohon sebagai tempat pemasangan spanduk. Selain itu, dalam Peraturan Daerah di berbagai wilayah, sudah jelas diatur larangan memasang alat peraga kampanye di pohon, tiang listrik, atau tempat-tempat yang tidak sesuai di karenakan akan menggangu keindahan kota . Sayangnya, aturan ini sering kali diabaikan oleh tim kampanye dan partai politik.

Masalah yang lebih besar muncul setelah masa kampanye usai. Ketika suara telah dihitung dan pemenang diumumkan, spanduk, baliho, dan alat kampanye lainnya dibiarkan berserakan begitu saja. Ini bukan hanya soal estetika, tetapi juga masalah lingkungan yang serius. Plastik dan bahan-bahan sintetis dari alat kampanye tersebut tidak terurai dengan cepat dan mencemari lingkungan. Bekas-bekas kampanye ini menjadi simbol dari janji-janji Palsu yang dibiarkan begitu saja—tak terurus, tak terjawab.

Masyarakat dan aparat penegak hukum perlu lebih tegas dalam menegakkan aturan terkait pengelolaan alat peraga kampanye. Peraturan KPU No. 23 Tahun 2018 tentang Kampanye Pemilihan Umum dengan tegas mengatur bahwa tim sukses atau partai politik wajib membersihkan alat peraga kampanye maksimal 7 hari setelah masa kampanye berakhir. Sayangnya, kepatuhan terhadap aturan ini sering diabaikan. Tidak sedikit dari kita yang menyaksikan spanduk dan baliho bekas kampanye masih bertengger hingga berbulan-bulan setelahnya, menjadi "sampah visual" yang mengganggu pandangan.

Pertanyaan yang perlu kita ajukan adalah: mengapa kebijakan ini tidak ditegakkan dengan lebih baik? Apakah tidak ada sanksi yang cukup berat? Dalam konteks menjaga kelestarian lingkungan, penerapan sanksi tegas bagi pelanggaran terkait kampanye harus menjadi prioritas. Sanksi administratif hingga Sanksi pidana yang telah diatur dalam undang-undang harus diberlakukan tanpa pandang bulu. Kampanye politik seharusnya tidak meninggalkan jejak yang merusak lingkungan, melainkan membawa perubahan positif.

Sebagai masyarakat yang menjadi bagian penting dalam menentukan Pemimpin Daerah harus nya kita sama sama peduli, kita tidak bisa lagi hanya diam. Kita harus menuntut para politisi dan tim kampanye mereka untuk lebih bertanggung jawab terhadap lingkungan. 

"Kampanye yang sukses bukan hanya soal memenangkan suara, tetapi juga tentang bagaimana menjaga warisan bagi generasi mendatang".

Oleh : Wihandi Wiguna Kabid Advokasi Pengurus Pusat IPPM Pangkep

Catatan Redaksi : repliknews.com adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.