Home Artikel Eksekusi Tongkonan Ka’pun di Toraja Dinilai Abaikan Identitas Budaya

Eksekusi Tongkonan Ka’pun di Toraja Dinilai Abaikan Identitas Budaya

REPLIKNEWS, TANA TORAJA - Eksekusi Tongkonan Ka’pun di Kecamatan Kurra, Kabupaten Tana Toraja, pada Jumat (5/12/2025) lalu menuai sorotan publik, termasuk dari kalangan pemerhati hukum dan budaya. Tongkonan sebagai rumah adat Toraja dinilai memiliki nilai historis, spiritual, dan simbolik yang tidak dapat diperlakukan sebagai objek hukum perdata biasa.

Advokat sekaligus mahasiswa Pascasarjana Hukum Universitas Indonesia, Budi Mangawi, menyayangkan proses eksekusi tersebut yang menurutnya mengabaikan nilai budaya dan identitas masyarakat adat Toraja.

"Tongkonan bukan hanya bangunan fisik, tetapi pusat legitimasi genealogis, tempat berlangsungnya ritus adat, serta simbol kehidupan sosial dan spiritual masyarakat Toraja," ujarnya dalam keterangan tertulis, Minggu (07/12/2025).

Eksekusi yang dilakukan berdasarkan putusan pengadilan itu dilaporkan menggunakan alat berat dan diwarnai penolakan dari warga. Bentrokan pun terjadi hingga aparat kepolisian menembakkan peluru karet serta gas air mata. Akibatnya sejumlah warga mengalami luka-luka.

Menurut Budi, Pasal 18B ayat (2) UUD 1945 dengan tegas mengakui keberadaan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya. Selain itu, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya juga secara normatif menyediakan perlindungan bagi bangunan tradisional yang memiliki nilai sejarah dan budaya penting.

"Kerangka hukum sebenarnya tersedia, namun tidak dimanfaatkan. Tongkonan seperti Ka’pun semestinya didaftarkan sebagai cagar budaya agar tidak dapat dieksekusi tanpa pertimbangan adat dan kepentingan sosial," ujarnya.

Ia menilai peristiwa ini menunjukkan adanya kesenjangan antara norma hukum dan implementasinya di lapangan.

Budi menekankan pentingnya model penyelesaian sengketa yang melibatkan lembaga adat sebagai bagian dari sistem hukum yang hidup dalam masyarakat.

"Sengketa tanah adat idealnya diselesaikan melalui mekanisme yang mengintegrasikan hukum adat dan hukum negara. Tidak cukup hanya mengandalkan pendekatan prosedural formal," tegasnya.

Budi berharap kejadian ini menjadi pelajaran berharga agar peristiwa serupa tidak terulang. Ia menyerukan agar generasi Toraja dan pemerintah daerah bekerja sama memperjuangkan perlindungan warisan budaya.

"Tongkonan adalah identitas. Ketika ia hilang, sebagian jati diri masyarakat Toraja ikut hilang," imbuhnya.

Sebagai penutup, ia mengutip falsafah Toraja:

"Mesa Kada Dipotuo, Pantan Kada Dipomate."(Bersatu kita kuat, bercerai kita runtuh.)

Penulis         : Martinus Rettang
Editor           : Redaksi