Home Artikel Ketika Rumah Adat Jadi Korban: Alarm Kemunduran Budaya di Toraja

Ketika Rumah Adat Jadi Korban: Alarm Kemunduran Budaya di Toraja

REPLIKNEWS, TANA TORAJA - Kemunduran budaya adalah ancaman serius yang kian nyata di era modern. Nilai-nilai luhur yang diwariskan leluhur selama ratusan tahun mulai memudar, tak lagi dijunjung sebagai identitas kebanggaan, melainkan seringkali menjadi korban dalam konflik sosial dan persoalan hukum.

Salah satu potret menyedihkan dari kemunduran ini tampak pada maraknya eksekusi rumah adat Tongkonan di Toraja.

Bagi masyarakat Toraja, tongkonan lebih dari sekadar bangunan. Ia adalah simbol kekerabatan, identitas, dan spiritualitas. Di dalamnya tersimpan nilai kekeluargaan, musyawarah, dan kebersamaan yang menjadi fondasi hidup bermasyarakat. Namun kini, tongkonan justru terjerat sengketa, dipermasalahkan di meja hijau, bahkan dirobohkan oleh putusan hukum. Fenomena ini tidak hanya merobohkan fisik rumah adat, tetapi juga melukai batin dan jati diri orang Toraja.

Kita tidak menafikan tanggung jawab negara dalam menegakkan hukum. Namun ketika objek sengketa adalah simbol budaya yang sakral, pendekatannya tidak bisa semata-mata legalistik. Hukum harus berjalan seiring dengan penghormatan terhadap nilai kultural, historis, dan sosiologis. Pemerintah sebagai pemegang otoritas perlu mengambil peran bijak, mengedepankan dialog yang melibatkan tokoh adat, akademisi, dan masyarakat.

Ruang-ruang diskusi adat harus terus dibuka. Sengketa budaya tidak boleh selesai hanya dengan logika hukum positif, tetapi juga melalui pemahaman dan penghormatan terhadap nilai lokal. Negara harus hadir sebagai pelindung masyarakat adat, bukan justru menjadi pihak yang mempercepat hilangnya warisan budaya karena kekosongan kebijakan yang sensitif terhadap adat.

Di sisi lain, generasi muda memiliki tanggung jawab moral untuk menjaga kebudayaan. Tidak cukup hanya mengenang, tetapi juga terlibat aktif melestarikan agar tetap bertahan di tengah derasnya arus modernisasi.

Indonesia dikenal dunia bukan semata karena kekayaan alam, tetapi juga karena keragaman budayanya. Jika warisan seperti tongkonan dibiarkan punah tanpa perlindungan yang jelas, maka yang hilang bukan hanya bangunan fisik, melainkan juga jati diri bangsa.

Semoga tragedi ini menjadi alarm kesadaran bahwa melindungi budaya bukan sekadar pilihan, melainkan keharusan. Sejarah tidak boleh mencatat kita sebagai generasi yang membiarkan warisan leluhur hilang di tangan kita sendiri.

Sumber Artikel: Imanuel, Ketua Presidium PMKRI Cabang Toraja Periode 2025/2026.

Editor        : Redaksi