REPLIKNEWS, TANA TORAJA - Pebangunan Bandara Buntu Kuni yang dimulai sejak tahun 2011 yang sempat tersendat dan akhirya rampung pada pertengahan tahun 2020 tersebut terus menuai sorotan dari berbagai pihak.
Kali ini datang dari Herianto Ebong putra asli Tana Toraja Mahasiswa Pascasarjana Universitas Indonesia yang juga kader Organisasi Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI).
Menurut Herianto, dibalik perjuangan dan aspek manfaat hadirnya Bandar Udara Tana Toraja, terdapat kasus korupsi yang mencederai nilai-nilai kejujuran yang dipegang teguh oleh Orang Toraja untuk menjaga motto Misa’ Kada di Po Tuo Pantan Kada di Pomate yang artinya "Bersatu Kita Teguh Bercerai Kita Runtuh".
Kader PMKRI itu mempertanyakan keputusan Pengadilan Negeri (PN) Makassar Pada 8 september 2022 lalu yang menyatakan tersangka mantan sekretaris Daerah Tana Toraja Enos Karoma tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana didakwakan dalam dakwaan primer dan dakwaan subsider sehingga PN Makassar membebaskan Enos.
Hingga tanggal 20 juli 2023, Mahkamah Agung (MA) menganulir vonis bebas mantan Sekda Tana Toraja Enos Karoma, dalam kasus pembangunan bandara tersebut. Enos Karoma harus menjalanai hukuman 2 tahun penjara karena korupsi senilai 7,3 miliar lebih.
Berangkat dari kejadian tersebut, Herianto Ebong berpendapat bahwa tidak ada keseriusan dari pihak Aparat Penegak Hukum dalam menyelesaikan persoalan tersebut.
Dia mengatakan bahwa, dari jejak digital kasus korupsi yang sejak tahun 2012 ditangani pihak terkait dan sempat mandek diakibatkan berbagai hal salah satunya karena tidak rampungnya kelengkapan berkas para tersangka hingga tahun 2022 kasus tersebut baru mulai disidangkan.
"Jangan sampai pihak penegak hukum kalah oleh oknum-oknum intelektual yang tidak bertanggungjawab di Negara ini. Saya melihat terjadi tarik ulur antara sejumlah penegak hukum, terbukti dengan putusan Pengadilan Negeri (PN) Makassar yang dianulir oleh Mahkamah Agung (MA). Dari hasil putusan Mahkamah Agung tertanggal 20 juli 2023 yang menganulir vonis bebas mantan Sekda Tana Toraja sehingga putusan tersebut melahirkan pertanyaan mendasar bahwa, mungkinkah seorang Sekretaris Daerah mengambil keputusan tanpa persetujuan Pimpinan", terang Herianto Ebong kepada REPLIKNEWS, Rabu (16/8/2023).
Ditambahkan Herianto bahwa, tak ada ada alasan lain dirinya kembali mempertanyakan kasus korupsi pembebasan lahan bandara Toraja tapi murni karena kepeduliaannya sebagai putra asli Tana Toraja terhadap generasi muda kedepannya. Sehingga menurutnya kasus tersebut harus ditelusuri secepatnya.
Dampak negatif yang harus diantisipasi dari kasus tersebut adalah akan menjadi penghambat bagi kemajuan Putra Putri daerah Tana Toraja yang akan datang. Sebab kata dia, korupsi merupakan salah satu bentuk kejahatan yang disengaja sehingga hal seperti itu tidak boleh dibiarkan.
"Harus diantisipasi bahwa pada saat ini ditengah momentum pesta Demokrasi 2024 jangan sampai kasus ini menjadi alat politik bagi sekelompok orang untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu jika tidak diselesaikan dengan cepat oleh pihak terkait," cetus Herianto Ebong Kader PMKRI.
Herianto meminta agar penegak hukum dalam hal ini Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan agar serius mengungkap siapa-siapa yang terlibat dalam kasus korupsi pembebasan lahan bandara Buntu Kuni yang telah merugikan uang Negara.
"Dulu terkenal tim 9, tapi sekarang baru dua orang yang sudah ditetapkan tersangka, yang menjadi pertanyaan 7 orang lainnya kemana, kok sampai sekarang Aparat Penegak Hukum belum bisa mengungkap, kami harap dibalik semua ini tidak ada oknum tertentu yang memanfaatkan situasi ini untuk kepentingan pribadinya," jelas Herianto.
"Ini kejahatan yang terstruktur, APH harus mengusut siapa otak dibalik terbentuknya tim 9 pembebasan lahan Bandar Buntu Kuni," pungkas Herianto.
Penulis : Martinus Rettang
Editor : Redaksi