REPLIKNEWS, MAKASSAR - Satu persatu aktivis antikorupsi Sulsel angkat bicara terkait penanganan perkara dugaan penyimpangan
proyek pembebasan lahan pembangunan Rumah Sakit Internasional (RSI) Galesong yang menelan anggaran sekitar Rp 13 miliar.
Kali ini datang dari Celebes Law And Transparency (CLAT) Makassar. Menurut Ray, CLAT bersama lembaga koalisinya mulai saat ini akan fokus mengawal kasus ini sampai tuntas.
CLAT meminta agar Kejati Sulsel secara transparan menyampaikan setiap progres penanganan perkara Tipikor ke publik. Apalagi jika kasus itu menyita banyak perhatian publik, seperti kasus pembebasan lahan Rumah Sakit Internasional (RSI) Galesong.
"Kasus ini wajib tuntas, dalam waktu dekat kami bersama aktivis anti Koruspsi lainya akan mendatangani Kejati Sulsel untuk mempertanyakan perkembangan kasus ini yang tiba-tiba terhenti penyelidikannya, Ada apa?," tegas Ketua Celebes Law And Transparency (CLAT), Ray Gunawan kepada REPLIKNEWS, Minggu (10/09/2023).
Dalam rangkaian proyek tersebut kata Ray, anggaran yang digunakan sangat besar. Bukan hanya pembebasan lahan, proyek penimbunan lahan serta pekerjaan fisik rumah sakit diduga kuat juga bermasalah.
"Sudah hampir ratusan miliar uang negara yang digunakan tapi sampai sekarang RSI Galesong itu belum juga difungsikan. Kami minta Kejati Sulsel fokus dalam menuntaskan kasus ini. Usut tuntas, mulai dari pembebasan lahan, penimbunan hingga proyek fisiknya," tegas Ray Gunawan.
Diiketahui sebelumnya, untuk kasus pembebasan lahan RSI Galesong, tim penyidik Kejati Sulsel telah memeriksa sejumlah pejabat Kabupaten Takalar sebagai saksi.
Kasus tersebut mulai diusut setelah Kejati Sulsel menerima laporan aktivis NGO terkait adanya dugaan penyimpangan dalam proyek pembebasan lahan RSI Galesong. Hal yang disoal, pembebasan lahan diduga tidak diawali dengan studi kelayakan dan dokumen analisis dampak lingkungan (Amdal). Selain itu harga pembebasan lahan Rumah Sakit Takalar juga disinyalir terjadi kemahalan dan tidak mendasar pada Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP).
Masih kata Ray, sejatinya meski memakai harga pasar, Pemkab Takalar melalui tim apresialnya tetap menjadikan NJOP untuk acuannya. Sebab NJOP menjadi dasar perhitungan harga pasaran sehingga Penggunaan NJOP sangat penting dalam proses penaksiran harga tanah.
"Langkah itu dimaksudkan untuk menghindari adanya permainan harga tanah atau spekulan. Sebab berdasarkan NJOP tahun 2019 di wilayah Aeng Batu-Batu harga tanah permeternya hanya Rp20.000 yang artinya penentuan harga Rp12 miliar untuk lahan seluas 2 hektare disinyalir terjadi kemahalan", pungkas Ray Gunawan.
Penulis : Martinus Rettang
Editor : Redaksi