REPLIKNEWS, MAKASSAR - Negara Republik Indonesia adalah Negara Hukum yang berdasarkan pada prinsip kedaulatan rakyat. Prinsip ini tercantum dalam Undang Undang-Dasar 1945. Untuk melaksanakan prinsip kedaulatan rakyat tersebut, maka dalam peralihan pemerintahan negara setiap 5 (lima) tahun diselenggarakan Pemilihan Umum yang merupakan sarana demokrasi guna mewujudkan sistem pemerintahan negara yang berkedaulatan rakyat.
Agar mempunyai legitimasi yang kuat, Pemerintah negara yang dibentuk melalui Pemilihan Umum itu adalah yang berasal dari rakyat, dijalankan sesuai dengan kehendak rakyat dan diabdikan untuk kesejahteraan rakyat.
Pelaksanaan pemilihan umum akan berjalan secara demokratis apabila setiap warga negara Indonesia yang mempunyai hak untuk memilih ataupun dipilih, serta dapat menyalurkan pilihannya secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Namun sayangnya Pemilihan Umum tahun 2024, khususnya dalam pemilihan presiden dan calon presiden, mengalami situasi yang mengkhawatirkan dengan fenomena ancaman kemunduran demokrasi dari berbagai aspek.
Kemunduran demokrasi tersebut tergambar dalam proses pemilihan umum yang sejak awal lekat dengan narasi kecurangan misalnya pada tahapan verifikasi partai politik, ancaman demokrasi dengan adanya pembungkaman gerakan rakyat melalui upaya peretasan, intimidasi, dan represi yang mengakibatkan melemahnya gerakan rakyat, pengalihan persoalan kebijakan legislasi ke pengadilan untuk memberikan legitimasi atas politik dinasti serta konsolidasi elit politik yang mampu melakukan akumulasi kekuasaan dan membajak kebijakan pemerintah untuk membantu elektabilitas pasangan calon tertentu, adalah jelas tidak sesuai dengan amanat TAP MPR No. VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa dan Bernegara serta ketentuan Pasal 281 ayat (1) UU Pemilihan Umum yang menegaskan jika
"Pejabat Negara, Pejabat Struktural, Pejabat Fungsional dalam Jabatan Negeri, serta Kepala Desa dilarang membuat Keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu selama masa kampanye" termasuk ketentuan Pasal 283 UU a quo yang menegaskan bahwa pejabat negara serta aparatur sipil negara dilarang melakukan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan kepada peserta pemilu, sebelum, selama dan sesudah kampanye.
Bahwa sehubungan dengan hal tersebut diatas, dan terkait dengan pengunduran diri Prof. Dr. H. Moh. Mahfud MD selaku Menteri Kordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Republik Indonesia, yang disampaikan pada hari Rabu tanggal 30 Januari 2024, kami SAHABAT MAHFUD Wilayah Sulawesi Selatan perlu untuk menyampaikan pandangan sebagai berikut:
1. Mendukung penuh dan memberikan apresiasi atas etika dan sikap kenegaraan yang ditunjukkan oleh Prof. Dr. H. Moh. Mahfud MD yang mengundurkan diri dari jabatannya selaku Menteri Kordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Republik Indonesia untuk menjaga terhindarnya konflik kepentingan dan mengurangi potensi penyalahgunaan fasilitas negara untuk kepentingan politik berkaitan dengan pencalonannya sebagai Calon Wakil Presiden. Etika dan sikap kenegaraan ini menjadi yang sangat langka ditengah kemorosotan moral dan etika elit penguasa, semoga menjadi teladan dari pejabat negara atau pejabat publik lainnya, dalam menghadapi kontestasi politik saat ini.
2. Memberikan penghargaan dan penghormatan atas dedikasi paripurna dari Prof. Dr. H. Moh. Mahfud MD, yang tetap konsisten menegakkan hukum dan memperjuangkan hal-hal yang berkaitan dengan hukum, keamanan dan politik di tengah-tengah masyarakat. Konsistensi ini terbukti dalam kinerjanya selaku Menteri Kordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan RI, maupun dahulu selaku Ketua Mahkamah Konstitusi RI atau sebagai anggota Legislatif di DPR RI.
Mendesak kepada Presiden maupun Pejabat Negara atau Pejabat Publik lainnya untuk tunduk patuh terhadap aturan main demokrasi dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan pemilihan umum yang bersih, jujur dan adil, serta mendesak agar Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Republik Indonesia untuk segera bekerja secara profesional, independen dan bertanggung jawab dalam melakukan pengawasan terhadap tindakan Presiden maupun pejabat negara atau pejabat publik yang diduga kuat melanggar UU Pemilu.
Editor : Redaksi