Home Daerah Workshop Pemberdayaan KMA Kemendikbudristek: Tingkatkan Kapasitas Pengurus dan Fasilitator Sekolah Adat Sipanundu Madandan

Workshop Pemberdayaan KMA Kemendikbudristek: Tingkatkan Kapasitas Pengurus dan Fasilitator Sekolah Adat Sipanundu Madandan

REPLIKNEWS, TANA TORAJA - Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek), Direktoral Jendral Kebudayaan, Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa (TYE) dan Masyarakat Adat gelar workshop Pemberdayaan Kapasitas Masyarakat Adat (KMA) di sekolah Adat Sipanundu Madandan, Kecamatan Rantetayo, Kabupaten Tana Toraja, Jumat (2/08/2024). 

Kegiatan ini bertujuan meningkatkan kapasitas pengurus dan fasilitator sekolah Adat Sipanundu Madandan.Sekolah adat ini didirikan pada tahun 2011 lalu dibawah Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Toraya. Salah satu pengurusnya yaitu Martina Palayukan yang juga bagian dari komunitas masyarakat adat Madandan.  

Hadir langsung dalam workshop ini Sumari,S.Sn.,M.M, Pamong Budaya Ahli Madya, Kemendikbudristek RI, kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Tana Toraja Andarias Lebang, pemerintah setempat, tokoh pendidik, tokoh adat, tokoh masyarakat, masyarakat adat serta siswa sekolah adat. Tiga narasumber hadir memberikan materi pada worshop ini, diantaranya ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Toraya, Romba Marannu Sombolinggi dengan materi 'Pentingnya Pendidikan Adat di Tana Toraja'.

Kemudian, Fasilitator Pendidikan Sekolah Adat Sulawesi Selatan, Muhlis Paraja dengan materi Penguatan Kapasitas Pengurus dan Fasilitor Sekolah Adat. Dan Tokoh Pendidikan Agustinus Mulu' dengan materi Administrasi Kelembagaan Sekolah Adat dan Teknik Penyusunan Kurikulum Muatan Lokal Sekolah Adat'. Sumari dalam sambutannya mengatakan, kegiatan ini merupakan bentuk apresiasi dan dukungan pemerintah terhadap masyarakat adat. 

"Kegiatan-kegiatan sekolah adat, kearifan lokal seperti yang dilakukan saat ini mesti kita dukung," kata Sumari. 

Sumari menyampaikan, dunia saat ini mengalami tiga tantangan, salah satunya transpormasi sosial. Menurutnya tantangan ini mempengaruhi kebudayaan. 

"Tranformasi sosial dan perubahan teknologi digital ini sangat cepat, coba lihat anak-anak kita lebih mengenal tiktok, facebook, ig daripada adat dan budaya nya. Jadi perkembangan ilmu pengetahuan teknologi ternyata tidak menjawab tantangan perubahan zaman ini," ujarnya. Ia berharap dengan adanya sekolah adat ini, bisa mengajarkan transisi adat istiadat secara turun temurun. 

"Dengan adanya sekolah adat di Madandan ini, mampu membangun generasi secara turun temurun mengajarkan ajaran dari nenek moyang kita," terangnya. 

"Mudah-mudahan kegiatan ini tidak berhenti disini saja, tetapi bisa berlanjut," harapnya. 

Sementara, Romba Marannu Sombolinggi mengatakan sekolah adat ini didirikan atas keprihatinan masyarakat adat toraya karena adanya pergeseran nilai budaya. 

Sebab, anak muda saat ini hanya memahami secara fisik adat budaya toraya, tidak memahami makna yang terkandung didalamnya. 

"Intinya disitu, kita mendirikan sekolah adat karena ada pergeseran nilai-nilai budaya yang terjadi," terang Romba Marannu. Setelah melalui diskusi yang panjang lanjut Romba, saat itu (tahun 2011) didirikanlah empat (4) sekolah adat dibawah AMAN Toraya, yakni Sekolah Adat Sipanundu Madandan, Panta'nakan Lolo di Kesu', di Sangallla' dan Mengkendek. 

"Setelah dibentuk, dimulailah proses-proses untuk bagaimana penerusan nilai bisa terjadi melalui sekolah adat," jelasnya. 

Romba mengungkap, wilayah toraya yang terbagi dalam dua kabupaten yakni Tana Toraja dan Toraja Utara terbagi habis dalam wilayah adat. 

"Tidak ada sejengkal tanah pun yang bukan wilayah adat, batas-batas wilayah adat dengan wilayah adat lainnya saling pengakuan sejak nenek moyang kami dan disepakati lewat perjanjian (Basse) yang dilakukan oleh pemimpin-pemimpin masyarakat adat yang berdampingan, kemudian ada simbol perjanjian lewal ritual dengan penanaman tanda-tanda sesuai kearifan lokal masyarakat adat, seperti bambu aur, pohon cendana, batu dan lain-lain kemudaian disahkan melalu ritual 'ditallu rarai'," ucapnya. 

Romba menyampaikan terima kasih kepada pemerintah yang sudah menjadi bagian dari pertumbuhan sekolah adat. 

"Bagaimana kita berjuang selama ini sehingga pemerintah mengakui bahwa ada masyarakat adat di Indonesia ini," paparnya. 

Secara khusus, Romba menyampaikan terima kasih Pemerintah Kabupaten Tana Toraja melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan yang terus memfasilitasi masyarakat. 

"Mungkin ditempat lain kita tidak melihat ada dukungan-dukungan pemerintah, tetapi di Toraya itu sangat jelas bagaimana tallu batulalikan (tiga pilar) yaitu masyarakat adat, pemerintah dan lembaga keagamaan bekerjasama dengan baik," ujarnya. 

Romba berharap, sekolah adat madandan ini menjadi cikal bakal penerusan nilai dari orang tua kepada anak.

"Sekolah adat harus menyiapkan anak didiknya memahami kehidupan sebagai orang toraya," pungkasnya. 

Penulis     : Dirga Y. Tandi
Editor       : Redaksi