Home Daerah Kerjasama Semua Pihak Diharap Minimalisir Kekerasan Anak dan Perempuan di Tana Toraja

Kerjasama Semua Pihak Diharap Minimalisir Kekerasan Anak dan Perempuan di Tana Toraja

REPLIKNEWS, TANA TORAJA - Pemerintah Daerah Tana Toraja melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) menggelar pelatihan kapasitas sumber daya lembaga penyedia layanan penanganan bagi perempuan korban kekerasan. Pelatihan digelar di Hotel Metro Tana Toraja, Kamis (18/07/2024). 

Kegiatan tersebut dihadiri sejumlah perwakilan dari berbagai sektor, seperti kepala Puskesmas lingkup Tator, Kepala DP3AP2KB, pihak Polres Tator, Fsikiater dan dokter umum RS Lakipadada, juga Pendamping Yayasan Eran Sangbure Mayang, Yarni Linggi Allo dan Manan, beserta pendamping tingkat lurah dan Lembang. 

Pelatihan bertujuan meningkatkan kesadaran pentingnya pendampingan terhadap korban anak dan perempuan kekerasan. 

Pada pelatihan tersebut dihadirkan dua pemateri, yakni dr.Eddy Matius ahli forensik RS Labuan Baji, juga selalu konsultan di RS Bhayangkara dengan materi "Peningkatan Permintaan Visum et Repert Kasus Kekerasan Seksual anak dan KDRT Urgensi Layanan Terpadu". 

Sedangkan pemateri kedua, yakni  Meisy Papayunhan, Kepala  DP3AP2KB Provinsi Sulawesi Selatan dengan materi "Urgensi Managemen Kasus dalam Kasus Anak". 

Kedua pemateri memaparkan peningkatan korban kekerasan dari tahun ketahun dengan beragam kasus. Hal tersebut berdasarkan peningkatan angkah permintaan visum juga pendampingan kasus yang dilakukan oleh pendamping  di lapangan. 

Kedua pemateri pun senada mengungkap pentingnya kerja sama berbagai elemen dalam upaya pengurangan kasus kekerasan anak dan perempuan. 

"Pencegahan dan pendampingan harus melibatkan semua pihak, karena korban kekerasan juga berhadapan dengan berbagai masalah, bukan hanya persoalan fisik dan fsikis, tetapi juga persoalan ekonomi, bahkan sosial," tutur dr. Eddy Matius seraya memaparkan beragam kasus yang perna ditanganinya.

"Tidak bisa dokter kerja sendiri, pemerintah kerja sendiri, penyidik kerja sendiri. Networking sangat penting," lanjutnya. 

Sementara Meysi Papayungan berbagai pengalaman mengenai beragam kasus yang perna didampinginya, serta bagaimana mekanisme pendampingan yang diterapkan. 

"Beragam kendala sering terjadi dalam proses pendampingan korban, olehnya itu dibuthkan kesabaran dan kerja sama antar tim dengan mekanisme yang jelas dan terarah", ungkap Meysi Papayungan. 

Melalui Yarni Somalinggi', Yayasan Eran Sangbure Mayang (YesMa) selaku pihak yang giat mengampanyekan pencegahan dan melakukan pendampingan terhadap korban kekerasan pun angkat bicara. 

Yayasan yang telah lebih dahulu membentuk kelompok konstituen dan pendamping korban kekerasan yang tersebar di 15 lembang dan lurah tersebut menyatakan pemerintah mestinya memaksimalkan proses pencegahan akar masalahnya.

"Saran kami, UPTD DP3AP2KB agar lebih digiatkan sosialisasi dari akar-akarnya dengan menjangkau semua lapisan masyarakat," pintah Yurni. 

Pelayanan visum di RS Lakipadada, selaku RS Daerah pun tak luput dari sorotan Yurni Somalinggi'. Pelayanan visum yang terbatas menurutnya menjadi salah satu kendala dalam proses pendampingan korban kekerasan yang telah bertahun-tahun digelutinya. 
Bagaimana tidak, waktu layanan visum dibatasi sementaran kejadian kekerasan bisa terjadi kapan saja. 
 
"Salah satu tantangan kami, kadang terkendala dipemeriksaan visum di RS Lakipadada yang jam pelayanannya dibatasi. Bayangkan jika korban yang kami dampingi berasal dari Bittuang misalnya dan saat datang jam. Pelayanan sudah tertutup, bagaimana kami memulang-balikkan korban yang jarak tempat tinggalnya sangat jauh", ungkap Yurni.

Penulis     : Natalia D. Letta
Editor       : Redaksi