REPLIKNEWS, TORAJA UTARA - Dalam memperingati Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia (HIMAS) tahun 2024, Kedubes Amerika Serikat bersama Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) melaksanakan kunjungan belajar Pengetahuan Tradisional Toraya, Praktek Dan Inovasi Masyarakat Adat di Toraya.
Kegiatan ini sebagai upaya AMAN terus mengembangkan suatu sistem pendidikan yang bermuatan budaya masyarakat adat dan mendokumentasikan pengetahuan serta kearifan lokal, seni, mitos, upacara adat hingga falsafah hidup yang dimiliki oleh Masyarakat Adat di seluruh Nusantara.Rombongan Kedubes Amerika Serikat bersama Sekjen Pengurus Besar (PB) AMAN, Rukka Sombolinggi disambut di Objek Wisata Ke'te Kesu' Wilayah Adat Kesu', Kabupaten Toraja Utara, Senin (5/08/2024). Kunjungan belajar ini akan berlangsung selama 3 hari, 5-7 Agustus.
Pemasangan syal motif Toraya dan tarian 'Pa'papangngan' menjadi tanda penyambutan dan ucapan selamat datang kepada rombongan dari beberapa Negara seperti, Amerika, Filipina, Kenya, Thailand dan Nepal. Pemasangan syal dilakukan oleh Ketua AMAN Toraya Romba Marannu Sombolinggi dan ketua serta pengurus Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN) Toraya.
Kegiatan ini dihadiri Dewan AMAN Toraya, tetua dan tokoh adat dari 32 wilayah adat, pemerintah setempat, perempuan adat, pemuda adat serta masyarakat adat se toraya. Sekjen PB AMAN Rukka Sombolonggi dalam sambutannya menyampaikan, berbicara tentang pengetahuan tradisional dan inovasi, masyarakat toraya bertahan karena inovasi.
"Tidak mungkin bertahan mempertahankan yang sudah tidak bisa digunakan, disitulah inovasi, kita harus canggih sebagai masyarakat adat dan itulah yang membuat masyarakat adat tetap bertahan seperti di toraya ini," kata Rukka.
"Banyak orang bilang, orang toraya ini susah yaa! apakah tradisional atau moderen?, saya bilang orang toraya itu yang paling moderan tetapi juga paling tradisional, karena menjadi paling moderen, terkini itu yang membuat kami bertahan," lanjutnya. Rukka menyebut, meski pertemuan ini hanya membahas sebagian kecil tentang pengetuan tradisional dan inovasi masyarakat toraya, namun kata dia, itu lebih bermanfaat dan bisa mengalahkan cerita seribu satu malam.
"Jadi sangat kompleks, sangat kaya dan tidak cukup waktu menceritakannya, makanya kita pilih saja apa yang mungkin bisa kita lihat benang lurusnya di toraya ini," ucap Rukka.
Sementara, ketua AMAN Toraya, Romba Marannu Sombolinggi mengatakan, pada tanggal 9 Agustus mendatang, bertepatan dengan Hari Kebangkitan Masyarakat Adat Sedunia akan dilaksanakan konferensi internasional pengetahuan lokal, praktek dan inovasi masyarakat adat. "Jadi sebelum kegiatan konferensi internasional, mereka datang belajar bagaimana masyarakat adat toraya dengan kearifan lokalnya, jadi ini akan menjadi bahan dalam konferensi internasional tahun ini," kata Romba.
Romba mengungkap, masyarakat adat toraya masih bertahan ditengah gempuran modernisasi, sebab masyarakat adat memiliki inovasi.
"Kalau kita masih seperti aturan semula maka kita tidak mungkin bertahan, tetapi leluhur kita sudah membuat aturan-aturan. Kalau ada perubahan mari kita kombongan (Musyawarah), jadi kombongan yang harus digiatkan kedepan sebagai wadah pengambilan keputusan masyarakat adat," ucap ketua AMAN Toraya. Romba berharap, masyarakat adat toraya dengan dukungan pemerintah dan lembaga keagamaan tetap eksis sampai kapanpun dengan segalah kearifan lokal yang dimiliki.
"Yang paling penting saat ini bagaimana masyarakat adat, pemerintah dan lembaga keagamaan berdiri sama tinggi mengelolah toraya ini, jadi toraya ini diwariskan kepada kita. Sekarang ini ada tiga pilar yang ada di toraya, yaitu pemerintah, masyarakat adat dan lembaga keagamaan, mari kita bekerjasama untuk kejayaan masyarakat adat toraya," pungkas Romba.
Sementara itu, Ketua BPAN Toraya Riston Alexander Bangri berharap, lewat kegiatan ini adat budaya toraya serta kearifan lokalnya tetap terjaga. "Mereka datang untuk mengetahui adat istiadat kita, harapan kita pemuda bahwa bagaimana keterlibatan kita kedepan sebagai generasi penerus warisan leluhur tetap melestarikan adat budaya kita," ucap Riston.
Kunjungan belajar ini dibalut dalam diskusi, berbagai topik dibahas seputar kehidupan, adat dan kearifan lokal masyarakat adat toraya guna memberikan pemahaman kepada peserta. Penjelasan itu diberikan tetua dan tokoh adat serta Ketua AMAN Toraya.
Salah satu yang jelaskan, yakni filosopi 'Tallulolona' yaitu Lolo Tau (Manusia) Lolo Patuoan (Hewan) dan Lolo Tanananan (Tanaman) atau tiga pucuk kehidupan, yakni manusia, hewan, dan tanaman.Tallulolona merupakan falsafah hidup yang dianut leluhur masyarakat adat toraya dan diwariskan secara turun temurun. Tallulolona erat kaitannya dengan alam semesta dan hewan yang harus di jaga oleh manusia sebagai sumber kehidupan.
"Aluk Tallulolona bagaimana kita memelihara manusia dengan turunannya supaya hidup sederhana dan makmur, kemudian Lolo Tananan bagaimana supaya tanaman yang kita tanam, baik itu padi, ketela, singkong bisa mencukupi generasi yang kita lahirkan, kemudian Lolo Patuan, kenapa kita butuh hewan karena dulu belum ada traktor, maka kerbau yang dijadikan alat membajak sawah, sementara babi itu dipake untuk syukuran, jadi semua harus kita pelihara ini tiga komponen," jelas Layuk Sarungallo, ketua masyarakat adat kesu'. Layuk Sarungallo juga menjelaskan peran Tongkonan (Rumah Adat) yang ada di Ke'te', masing-masing tongkonan memiliki peran yang berbeda.
Tongkonan tertua memiliki peran menentukan, memaklumatkan semua hasil kesepakatan masyarakat.
"Walaupun dulu dia (Tongkonan tertua) yang menetapkan tetapi kita sekarang harus secara demokrasi menghimpun semua warganya kemudian di maklumkan," kata Layuk.
Sementara, beberapa Tongkonan lainya ada yang memiliki peran menjalankan roda pemerintahan, ada yang memiliki peran mengatur pembagian penghargaan kepada semua yang dianggap orang tua, pemuka dan intelektual didalam masyarakat, ada juga yang berperan mengatur masalah pangan dan ekonomi.
Tak hanya itu, diskusi ini terus berkembang mengulas berbagi sudut kehidupan serta kearifan lokal masyarakat toraya.
Pada kesempatan ini, perwakilan peserta yang berasal dari amerika serikat memberikan cendera mata berupa kain ciri khas mereka kepada Layuk Sarungallo, ketua masyarakat adat kesu'.
Penulis : Dirga Y. Tandi
Editor : Redaksi