REPLIKNEWS, TANA TORAJA - Tongkonan sebagai pranata sosial masyarakat adat Toraja menjadi penekanan Drs. Simon Petrus, M.Hum, pada kegiatan Toraya Ma’kombongan.
Lewat materi bertajuk Pengakuan dan Perlindungan Hukum terhadap Masyarakat Adat yang berlangsung pada Rabu (17/12/2025) di Aula Sikamali’, Makale, Kabupaten Tana Toraja, Budayawan Toraja tersebut mengajak masyarakat Toraja untuk mengembalikan makna tongkonan yang bukan hanya sekadar bangunan rumah Toraja, melainkan sebagai pranata sosial masyarakat adat Toraja.
Sebagai salah satu pemateri, Ia mengawali pemaparannya dengan menyebut Tongkonan sebagai sesuatu yang “seksi”, sehingga disukai dan dibanggakan banyak orang. Namun, kebanggaan terhadap tongkonan juga berakhir pada reduksi makna yang justru menghilangkan nilai dan fungsi Tongkonan sebagai pranata sosial masyarakat adat Toraja.
“Tongkonan itu sesuatu yang seksi, dikejar banyak orang. Orang yang normal itu senang melihat yang seksi, sehingga di Manokwari sudah ada tongkonan, di Makassar juga sudah ada di Somba Opu, di Sangata’ juga,” tuturnya membuka materi.
“Padahal tongkonan itu pranata sosial, dia adalah kearifan lokal kita. Tetapi kita sendiri yang mereduksi, istilahnya menggerogoti dengan mengagungkan namanya, namun menghilangkan nilai-nilainya,” lanjutnya.
Ia menjelaskan bahwa Tongkonan merupakan lembaga kemasyarakatan dalam wilayah adat yang telah diklasifikasikan berdasarkan fungsi yang jelas dalam keberlangsungan kehidupan masyarakat adat.
“Dasarnya adalah wilayah adat. Tidak mungkin ada tongkonan kalau tidak ada wilayah adat. Tidak mungkin wilayah adat dapat berlangsung dan terlaksana dengan baik kalau tidak ada tongkonan yang mengatur. Karena itu ada tongkonan layuk, tongkonan pa’pipinan, tongkonan kabarasan, tongkonan kaparengesen, dan tongkonan pesua aluk,” urainya.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa tidak semua bangunan rumah Toraja dapat disebut sebagai tongkonan. Secara prinsip, Tongkonan selalu disertai dengan bukti-bukti kepemilikan dan pengakuan yang menjadi simbol fungsi dan peranannya dalam wilayah masyarakat adat.
“Tongkonan itu ada fungsi dan perananannya. Den tila’na, den singgi’na, den artefaknya, den Simbuang batunna, den karopi’na, den liangna, den taa na,” tegasnya dalam habasa Toraja
Pada kesempatan tersebut, Drs. Simon Petrus juga menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara identitas adat dan agama dalam keberlangsungan masyarakat adat.
“Saya orang Kristen, tetapi saya seratus persen orang Toraja. Kekristenan saya tidak berkurang satu persen pun karena saya orang Toraja, dan ketorajaan saya tidak berkurang satu persen pun karena saya beragama Kristen. Artinya, ini yang harus kita jaga,” tegasnya.
Penulis : Nathalia D. Letta
Editor : Redaksi





